Jika kita ditanya apa landmark Jakarta, kita dengan spontan menjawab Monas, jika kita ditanya apa landmark Bandung,
dengan cepat teringat Gedung Sate. Saya ingin mengajak para pembaca
Flink untuk ikut merasakan perjalanan saya dari kota Padang sampai ke
kota Bukittinggi. Tentunya jika kita berbicara tentang Bukittinggi,
pikiran kita pasti mengarah ke sebuah landmark peninggalan jaman kolonial, yaitu Jam Gadang.
Kota Padang dan Bukittinggi berada di satu Provinsi Sumatera Barat. Kedua kota ini memiliki kebudayaan yang relatif sama. Suku Melayu, kebudayaan Islam sangat kental, dan untuk urusan makanan, saya rasa sate dan restoran prasmanan ala Padang sudah tidak asing lagi. Kota Padang adalah ibukota dari Provinsi Sumatera Barat yang memiliki luas jauh lebih besar dari Kota Bukittingi yang hanya memiliki luas 25,24km². Keadaan alamnya berbeda, di Padang memiliki pemandangan pantai dan laut, di Bukittingi kita akan mendapatkan pemandangan bukit-bukit dan gunung.
Bandar udara ada di Kota Padang dan kita harus melakukan perjalanan darat sekitar 90km yang dapat ditempuh dalam 2 jam perjalanan. Tetapi jika tidak diburu waktu, kita dapat menikmati banyak hal yang kita temukan di perjalanan. Di perjalanan ini, kita tidak perlu membawa bekal makanan, mungkin lebih prioritas untuk Anda membawa kamera.
Kota Padang dan Bukittinggi berada di satu Provinsi Sumatera Barat. Kedua kota ini memiliki kebudayaan yang relatif sama. Suku Melayu, kebudayaan Islam sangat kental, dan untuk urusan makanan, saya rasa sate dan restoran prasmanan ala Padang sudah tidak asing lagi. Kota Padang adalah ibukota dari Provinsi Sumatera Barat yang memiliki luas jauh lebih besar dari Kota Bukittingi yang hanya memiliki luas 25,24km². Keadaan alamnya berbeda, di Padang memiliki pemandangan pantai dan laut, di Bukittingi kita akan mendapatkan pemandangan bukit-bukit dan gunung.
Bandar udara ada di Kota Padang dan kita harus melakukan perjalanan darat sekitar 90km yang dapat ditempuh dalam 2 jam perjalanan. Tetapi jika tidak diburu waktu, kita dapat menikmati banyak hal yang kita temukan di perjalanan. Di perjalanan ini, kita tidak perlu membawa bekal makanan, mungkin lebih prioritas untuk Anda membawa kamera.
Kota
Padang memiliki pantai dengan suasana yang masih alami. Perahu-perahu
nelayan menjadi obyek yang menarik. Sebelum memulai perjalanan darat,
kita bisa mampir ke tempat makan seafood pinggir pantai. Kita bisa menikmati makanan dengan pemandangan laut lepas.
Dalam perjalanan ke Bukittingi ini kita disuguhkan dengan pemandangan hijau di kiri kanan. Dari namanya, Bukittinggi, tentu kita akan mengarah ke daerah tinggi, jadi jangan lupa membawa pakaian yang agak tebal. Ketinggian Kota Bukittinggi dari permukaan air laut sekitar 930m, tetapi udara di sana cukup dingin dibandingkan kita yang biasa hidup di kota Jakarta. |
Kota
Padang memiliki pantai dengan suasana yang masih alami. Perahu-perahu
nelayan menjadi obyek yang menarik. Sebelum memulai perjalanan darat,
kita bisa mampir ke tempat makanseafood pinggir pantai. Kita bisa menikmati makanan dengan pemandangan laut lepas.
Dalam perjalanan ke Bukittingi ini kita disuguhkan dengan pemandangan hijau di kiri kanan. Dari namanya, Bukittinggi, tentu kita akan mengarah ke daerah tinggi, jadi jangan lupa membawa pakaian yang agak tebal. Ketinggian Kota Bukittinggi dari permukaan air laut sekitar 930m, tetapi udara di sana cukup dingin dibandingkan kita yang biasa hidup di kota Jakarta. |
Di
dalam perjalanan menuju Bukittingi, wisatawan biasanya mampir ke air
terjun Lembah Anai di Padang Panjang. Tepat di pinggir jalan raya,
sehingga sangat menarik minat pengendara untuk berhenti sejenak. Kita
dapat menyegarkan diri di kolam dengan air alami yang dingin atau
sekedar minum kopi di warung. Di sekitar Lembah Anai, saya menemukan
sisa-sisa peninggalan kolonial. Jembatan gantung dengan lantai papan
kayu yang sudah tidak layak disebrangi ini menghiasi daerah ini.
|
Melanjutkan perjalanan melalui daerah Padang Panjang, kita tidak akan melihat spanduk atau billboard promosi.
Pemerintah daerah di sini memiliki peraturan yang cukup unik, karena
biasanya daerah yang ramai kendaraan di Indonesia akan terpampang media
promosi komersial. Pemandangan di sini dihiasi oleh bangunan-bangunan
berasitektur Minang.
|
Perhentian
selanjutnya adalah untuk makan sate khas Padang di Padang Panjang. Di
sebuah tempat makan yang cukup dikenal ini, saya dapat melihat
beratus-ratus sate yang sedang dipanggang di atas bara batok kelapa.
Menurut pernyataan koki yang sedang memanggang, setiap hari mereka
memanggang sekitar 5000 sate. Kita dapat memilih sate daging, sate
lidah, atau sate jeroan seperti usus dan jantung. Kuah kuning yang
gurih, panas, dan sate yang lembut diatas daun pisang memberi energi
baru untuk melanjutkan perjalanan. Anda cukup menyiapkan uang sekitar
Rp30.000,00 per orang yang menurut saya cukup murah sesuai dengan rasa
dan porsinya.
|
Tidak
terasa matahari mulai terbenam dan sesuai dengan rencana, Saya tiba di
Bukittinggi malam hari. Salah satu alasan untuk tiba malam hari adalah
agar kita dapat menikmati suasana Jam Gadang dengan lampu-lampu
tamannya. Yang di luar rencana adalah hujan deras yang memaksa kita
untuk berhenti sebentar sebelum turun ke Jam Gadang. Malam itu listrik
sempat padam, hal ini jarang terjadi menurut warga sekitar. Tetapi saya
beruntung, listrik kembali menyala setelah beberapa menit.
Jam Gadang berarti jam besar, dibangun pada tahun 1926 yang merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, sekretaris atau controleur Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi). Atap Jam Gadang awalnya berbentuk bulat, lalu pada masa penjajahan Jepang, berubah berbentuk pagoda. Setelah Indonesia merdeka, atap Jam Gadang diubah menjadi bentuk gonjong atau atap rumah adat Minangkabau seperti atap Rumah Gadang. Pada tahun 2010, renovasi dilakukan oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) yang dukung oleh pemerintah kota Bukittinggi dan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta. Sekarang, masyarakat Bukittinggi dapat menikmati landmark ini di malam hari. Banyak yang berjalan-jalan atau sekedar duduk-duduk menikmati malam. Itu juga yang saya lakukan. Penggunaan angka romawi pada jam ini menarik, pada angka 4, jam ini menggunakan IIII daripada IV. Menurut cerita lokal, ini untuk mengenang ke-4 pekerja yang meninggal saat membangun jam ini. Pekerjaan renovasi ini sangat bagus, suasana semakin nyaman, rapih, dan penempatan cahaya yang pas, membuat pengunjung menikmati bentuk Jam Gadang ini. |
Tujuan
saya telah tercapai dan hari semakin malam. Saya punya ide bagus untuk
menyelesaikan malam ini, yaitu dengan mencoba ayam pop Bukuittinggi.
Saya tekankan, makanan ini nikmat sekali. Saya rasa melalui foto saya,
Anda dapat membayangkan kenikmatannya. Perjalanan ke Bukittinggi ini
sangat menyenangkan. Saya berharap suatu saat Anda dapat berkunjung ke
Bukittinggi, menikmati alam, peninggalan sejarah, dan makanan khas
daerah ini. Sampai bertemu kembali Travelers.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar